[13 Mei] Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah, yang
mangkrak sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
akhirnya menunjukkan titik terang seiring dengan telah diselesaikannya
urusan pembebasan lahan.
"Saya berterimakasih kepada
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Bupati Batang, Kejagung, Menteri ESDM (karena pembebasan lahan selesai).
Ini terobosan," kata Indroyono, di kantornya, Jakarta, Selasa
(12/5/2015).
Dengan diselesaikannya akuisisi lahan,
maka ground breaking proyek pembangkit listrik perkapasitas 2.000
Megawatt (MW) segera bisa dilaksanakan.
Deputi III
Bidang Koordinasi Infrastruktur Ridwan Djamaluddin menambahkan,
kemungkinan ground breaking bisa direalisasikan dalam waktu kurang dari
satu bulan. "GB tidak lebih dari satu bulan," kata Ridwan.
PLTU
Batang merupakan proyek infrastruktur perdana dengan skema pembiayaan
Kerjasama Pemerintahan Swasta (KPS) antara PT Perusahaan Listrik Negara
dengan PT Bhimasena Power Indonesia. Pembangkit listrik terbesar di Asia
Tenggara ini diperkirakan menelan investasi sebesar Rp35 triliun.
PT Bhimasena Power Indonesia selaku pemenang tender PLTU Jawa Tengah ini
adalah perusahaan konsorsium yang terdiri dari 3 perusahaan yang
bergabung. Masing-masing adalah J-Power atau singkatan dari Electric
Power Development, co. ltd, Itochu Corporation, dan PT Adaro Power yang
merupakan bagian dari PT Adaro Energy Tbk. Skema kepemillikan di dalam
PT Bhimasena Power ini terdiri dari 34% J-Power, 34% Adaro, dan 32%
Itochu.
Proyek PLTU Batang
ini merupakan proyek krusial. Sebab, PLN memperkirakan apabila proyek
ini tidak segera terwujud, maka wilayah Jawa, Bali dan sekitarnya akan
mengalami kelangkaan tenaga listrik pada 2017-2018.
sumber: kompas, liputan6, bloomberg
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar