[16 Feb] Dukungan pemerintah terhadap proyek-proyek
infrastruktur untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dalam negeri, menjadi
angin segar bagi PT Astra Internasional Tbk (ASII) yang serius menggarap
proyek-proyek infrastruktur dalam negeri, termasuk proyek milik
pemerintah. Setelah berambisi menggarap proyek pelabuhan Cilamaya di
Karawang, perseroan melalui anak usahanya PT Astratel Nusantara,
mengincar proyek pembangkit listrik (power plant) berkapasitas minimal
100 megawatt (MW) tahun ini. Nilai investasi diperkirakan sekitar US$
150-200 juta.
Selain Astratel, anak usaha Astra International
lainnya, yaitu PT United Tractors Tbk (UNTR), juga membidik proyek power
plant. Namun, United Tractors lebih dahulu masuk ke bisnis power plant
daripada Astratel. Pada akhir 2014, United Tractors mengikuti tender
proyek pembangkit listrik senilai US$ 900 juta
.
Direktur Astratel
Arya N Soemali mengatakan, keinginan perseroan untuk masuk ke proyek
power plant telah dikaji sejak 2010. Nilai investasi sedikitnya sebesar
US$ 1,5-2 juta per MW, tergantung jenis power plant dan bahan bakarnya.
Menurut
Arya, bisnis power plant cukup menjanjikan seiring rencana pemerintah
membangun pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW di seluruh
Indonesia. Selain itu, power plant dinilai sejalan dengan bisnis
perseroan di bidang infrastruktur dan penunjangnya,”Pemerintah akan
butuh partisipasi swasta. Kami tertarik mengikuti tender-tender proyek
listrik itu. Karena belum pernah bangun power plant sendiri, pada tahap
awal kami akan gabung dengan konsorsium,” jelas Arya di Jakarta,
kemarin.
Dia menegaskan, selain masuk melalui tender
pemerintah, pihaknya juga mengkaji masuk ke bisnis power plant melalui
akuisisi proyek yang telah ada. Pihaknya tidak terpaku pada wilayah
tempat power plant yang akan dibangun. Sejauh power plant itu prospektif
dan ekonomis secara bisnis, perseroan bersedia mengucurkan
investasi.“Kami tidak mengincar power plant di daerah tertentu. Bisa di
Sumatera atau kemungkinan di Sulawesi, yang penting proyek itu sesuai
kemampuan dan penawaran yang ada,” pungkas dia.
Arya menambahkan,
apabila proyek power plant bisa dieksekusi tahun ini, proyek tersebut
akan menjadi proyek pertama Astratel. Perseroan mengincar posisi sebagai
investor strategis jangka panjang. Perseroan akan mencari mitra yang
bertindak sebagai penyalur teknologi serta operator.
Lebih lanjut
Arya mengatakan, perseroan berupaya mengerjakan power plant yang tidak
tumpang tindih dengan rencana pengembangan power plant anak usaha Astra
International yang lain. Langkah tersebut dilakukan dengan cara
mengonsolidasikan rencana pembangunan power plant bersama Grup Astra.
Seperti diketahui, salah satu anak usaha Astra, yaitu United Tractors,
berniat menjajaki bisnis pembangkit listrik tenaga minihidro pada 2015.
United
Tractors juga mengutus anak usahanya, PT Pamapersada Nusantara, untuk
mengikuti tender proyek pembangkit listrik mulut tambang (mine mouth
power plant) di Sumatera Selatan. Pembangkit listrik tersebut memiliki
kapasitas 600 megawatt (MW) dengan nilai investasi US$ 900 juta.“Kami
bersama United Tractors akan bicara secara intensif, sehingga tidak
saling tumpang tindih. Sebagian ada yang mengincar mine mouth atau
independent power producer (IPP) atau mungkin hydro. Ini supaya kami
lebih tajam daripada sendiri-sendiri ke tempat yang sama,” tutur Arya.
Selama
ini, Astratel menjadi pemegang konsensi jalan tol Jakarta-Merak,
Mojokerto-Kertosono, dan Kunciran-Serpong. Selain tol, Astra
International melalui Astratel juga mengakuisisi 100% saham PT Pelabuhan
Penajam Banua Taka, pengelola Pelabuha Eastkal Supply Base di Penajam,
Kalimantan Timur. Nilai akuisisi sekitar Rp 500-550 miliar.
sumber: neraca
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar